29 Juni 2009

keGEDEan........

Pernah dengar istilah 'menangkap burung dengan Bom ' atau 'memukul nyamuk dengan pemukul Baseball' ?. Istilah ini sangat sering kita dengar saat ngobrol dan mengungkapkan pemakaian alat atau sesuatu yang bukan pada tempatnya.

Hari itu saya ketemu Mas Qori, kenalan saya seorang tukang sayur tetangga sebelah rumah ketika kami duduk di depan rumahnya setelah beliau selesai menata sayurnya, dan siap dibawa ke pasar dan berbincang-bincang.

Di dekat Mas Qori saya bertanya " Mas, kok setiap kyai yang dikunjungi capres-cawapres selalu mendo'akan si Calon terpilih ya ? Padahal semua capres-cawapres ke Kyai itu lo, kok kayaknya nggak afdhol kalau tanpa doa Kyai ?"

Saya sempat berpikir kira-kira tanggapannya akan menuduh sang Kyai sudah mendapat 'sesuatu' dari si Calon makanya dido'akan agar menjadi Presiden-Wapres terpilih, ternyata lain.
Mas Qori malah menjawab : " Kegedean Mas jika ini berdo'a atau mendoakan orang lain hanya untuk keperluan dunia ".

'Hahhh....?' aku kaget dalam hati dan mencoba mencari makna dari kata-kata beliau. Bukankah secara teori kita ini beribadah untuk dunia dan akhirat ? Bukankah kita harus berusaha keras untuk bahagia dunia dan akherat ? Pertanyaan-pertanyaan ini terus berputar-putar di kepala ku. Terbayang lagi uraian dari guru agama Islam saya mulai SD, SMP dan SMA juga waktu kuliah 'Bekerjalah untuk duniamu seakan-akan engkau hidup selam-lamanya dan bekerjalah untuk akhiratmu seakan-akan engkau mati besok' yang waktu itu maknanya : bekerja mati-matian mencari dunia karena akan hidup selamanya dan beribadah mati-matian karena besok akan mati.

Mas Qori melanjutkan nasehatnya :
" Mas sampeyan kan pernah dengar ada hadist Nabi : 'Bekerjalah untuk duniamu seakan-akan engkau hidup selam-lamanya dan bekerjalah untuk akhiratmu seakan-akan engkau mati besok' ".

" Iya Mas " saya menjawab dan menerangkan sesuai hasil didikan guru sekolah saya. Mendengar itu Mas Qori tersenyum kecil, sambil membuka-buka catatannya yang sudah lusuh, dengan tinta yang sudah menembus kertas bukunya.

"Begini mas makna yang sebenarnya adalah kita (manusia) jikalau bekerja untuk dunia seharusnya santai dan tidak terlalu ngoyo, sampai lupa waktu lupa ibadah, bahkan lupa anak istri karena bayangkan kita hidup selama-lamanya maksudnya besok masih ada waktu untuk itu" tegas Mas Qori

"Dan kita harus secepatnya menjalankan ibadah ukhrowi/akherat, tanpa ingat apapun masalah dunia karena besok kita akan mati" tambahnya

"O o o ooooo" aku terheran.

"Diumpamakan seorang 'Blantik' (= pedagang hewan ) kita harus membeli sapi yang pasti akan dapat tampar/tali, artinya kita berbuat atau beribadah apapun itu harus mengharap balasan di akhirat, insyaalloh dunianya atau tamparnya akan ikut" jelasnya lagi

Ditambahkan lagi oleh Mas Qori :

" Segala apapun yang disisi Alloh itu kekal ada Surga, Neraka, Nikmat Siksa dan segala yang disisi manusia adalah sementara baik itu nikmat maupun kesusahan ada harta, tahta, wanita dan kenikmatan atau kesengsaraan yang lain, maka jika kita berdoa hanya minta dunia maka akan menjadi muspro, sia-sia karena ternyata dunia memang tidak kekal dan amalan kita menjadi amalan yang keGEDEan dengan hasil yang sangat kecil"


Alhamdulillah saya bersyukur hari ini ketemu dengan orang yang alim, yeng bisa menasehati saya.

24 Juni 2009

[bukan] Debat Cawapres- Cawapres

Walah...mending dengerin lagunya Iwan Fals daripada melihat dan mendengar 'Debat Capres'-nya

Kira-kira inilah yang terlintas di benak saya juga bagi pemirsa Televisi saat adanya kampanye tersebut.

Tidak ada bedanya Megawati, SBY maupun JK, terlihat seperti kampanye di Lapangan terbuka, maupun di gedung-gedung. Semua mengumbar kata tanpa makna, kata-kata kamus bukan realita.

Lebih aneh lagi kok tidak terlihat perbedaan yang jauh diantara calon-calon Presiden RI ke 7 tersebut. Hanya kata 'Kerakyatan, Lanjutkan dan Lebih Cepat Lebih Baik......tok..', lainnya mirip, atau serupa tapi tak sama.

Lalu ?

11 Juni 2009

Miftakhul Jannah....

Kunci Surga, insyaalloh demikian arti kata tersebut, bagiku kata-kata itu sangat berarti sebab tak lain adalah nama Masjid didepan rumah di kampungku Kampung Tempe, Desa Kedungbanteng RT.6, Kecamatan Sumbermanjing Wetan Kabupaten Malang Jawa Timur, masih Indonesia kok..

Aku lihat di papan Pengumuman Khotib dan Muadzin sudah penuh terisi di tiap hari Jumat berdasarkan hari-hari penanggalan Jawa atau biasa disebut Pasaran, misal si A khotib pada hari Jumat Legi, si B Jumat Kliwon dan seterusnya, aku bersyukur masjid ini sudah ditempati minimal untuk sholat Jumat. Alhamdulillah masjid yang dibangun dengan swadaya masyarakat sebagian besar, sumbangan Universitas Widya Gama Malang dan warga Kedungbanteng yang diluar daerah, sudah bisa dimanfaatkan dengan baik.

Sebelum berdiri, polemik tentang masjid kampung saya itu juga sangat panjang dan lama, mulai dari tokoh masyarakat, pamong sampai berurusan juga dengan Kantor Urusan Agama (KUA).

Awal mulanya adalah kakak ipar saya (Alm. ) Mas Asmadi, Mas Wid biasanya kami memanggil berniat membangun musholla dengan mewaqofkan tanah di belakang rumah dengan maksud membuat tempat ibadah yang permanen bagi warga muslim di Kampung Tempe.

Niat baik ini disampaikan kepada Mbah Kung sebagai tokoh agama di kampung kami, dengan tidak keberatan Mbah Kung dalam acara Tahlilan Rutin mengajak seluruh warga Kampung Tempe mewujudkan bangunan itu, ditentukanlah hari H akan mulai dikerjakan secara gotong royong. Akhirnya sampailah peletakan batu pertama sekaligus terakhir bagi rencana pembangunan Mushola itu.

Adalah Mas Maskiadi (Alm.) yang 'nyelo atur ' mengutarakan maksud baik dari Mbah Jo Soetomo (Alm.), ayahnya me-waqofkan sawahnya yang di pinggir jalan untuk dibangun masjid juga dengan ukuran terserah kemampuan warga Kampung Tempe, adapun jaraknya 400 meter dari tanahnya Mas Wid.

Jadilah ada 2 (dua) tawaran alternatif untuk membangun Musholla/Langgar. Dari sinilah konflik justru muncul. Mbah Cip (Alm.) yang dahulu guru dan Kepala Sekolah SD saya yang notabene tempatnya lebih dekat dengan sawah tawaran Mas Di (biasa kami panggil Mas Miskiadi) sangat setuju dengan tempat itu.

Kejadian selanjutnya bisa ditebak saling bertahan dan adu argumentasi antara Mbah Kung dan Mbah Cip berlangsung, sementara warga muslim yang 'nul puthul' alias masih abangan dan masih mau belajar agama di musholla nanti malah kecewa, tidak punya harapan lagi tentang musholla atau langgar lagi.

Mas Di, Kang Pardi dan Mbah Cip akhirnya membulatkan tekad untuk tetap mewujudkan pembangunan Masjid itu, jadi bukan Musholla lagi seperti rencana sebelumnya. jadilah peletakan batu pertama-nya, sampai terwujud pondasi Masjid itu.

Tahun berganti bukan-nya konflik selesai justru semakin meruncing, pihak Mbah Kung didukung perangkat desa yang menjadi kerabat beliau menyarankan kepada KUA untuk menahan dibangun-nya Masjid itu.

Jadilah rencana masjid yang mangkrak, tak terurus dan obsesi warga untuk belajar agama mungkin tinggal kenangan.



Muda-Mudi Menggeliat

Liburan kuliah Politeknik Malang bulan Juni Tahun1991, aku tidak sempat berpikir mau ngapain di kampung selama 2 (dua) bulan, penting senanglah bagi saya yang selama menjadi mahasiswa SMA-nya Brawijaya dengan jadwal masuk jam 7.00 WIB pulang jam 14.00 WIB setiap hari.

Membantu Emak di Sendangbiru yang buka Toko kelontong menjadi kesibukanku sehari-hari, terkadang juga nggak bisa membantu karena ketemu dan kongkow-kongkow dengan Mas Imam, Wawan di Tempat karambol Mas Di.

" Her, ayo bikin kegiatan untuk acara 17 Agustusan tahun ini, biar rame gitu loh kampung nya" Wawan mulai punya usul.
" Bener juga Wan, lumayan lah buat kesibukan kita " jawabku, karena saya juga tahu Wawan orangnya paling tidak bisa nganggur, maklum dia kuliah di IKIP Malang yang sekarang menjadi Universitas Negeri Malang sambil bekerja freelance di Iwan Salon Malang sebagai Motive Designer gaun pengantin.

Jadilah kami ngobrol bertiga dengan Mas Di, yang ketua LKMD (Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa).
"Rek .. kalau mau bikin kegiatan dapat sumbangan dari Desa sebesar Rp. 100.000" kata Mas Di.
"Lumayan kan itu bisa untuk beli kertas untuk dekorasi" aku mendukung, karena saat itu uang Rp.100.000,- sudah dapat sepatu merek Reebok yang saat ini harganya bisa 5 kali lipat.

Wawan lah yang menjadi konseptor dari rencana panggung 17 Agustusan ini, sementara aku hanya membantu sebagai seksi acara, yang bertugas menyiapkan acara sebanyak-banyaknya yang kemudian kami sortir untuk ditampilkan pada acara nanti.

Sebagai seksi acara aku minta kesediaan tempat di rumah Mas Di dijadikan latihan seminggu 2 kali dan Mas Di bersedia. Latihanpun berjalan lancar terutama Karaoke-nya, jaman itu lagi booming-boming nya. Cak Paino yang empunya Sound System sewaan turut menggratiskan demi lancarnya acara ini.
Sementara Mas Di adalah penggerak dari seksi konsumsi, dengan tugas memberi makan orang sekampung. Dahsyat pokoknya.....

Artis-artis lokalpun bermunculan. Dari sie acara aku hanya berpesan kepada para artis lokal :
" Pas hari H-nya nanti jam 19.00 WIB harus sudah berkumpul di belakang panggung dan tidak boleh keluar lagi sebelum selesai tampil" tegasku.

" Satu lagi ya, saya liat panggung 17 Agustusan di mana-mana tidak pernah ada yang bagus karena kerjanya asal-asalan dan para artis seenaknya sendiri, disamping itu tempat make up belakang panggung tidak ditutup, jadinya kacau" aku jelaskan kepada semua panitia dan pemain.

Hari H sudah tiba, design panggung yang lumayan bagus untuk ukuran Kampung Tempe, dan sesuai permintaanku belakang panggung tertutup serta para pemain sudah berkumpul lengkap tanpa ada yang ketinggalan. Pertunjukan dengan tittle "Gebyar Malam Kemerdekaan" pun sukses digelar.

Esoknya aku bangun agak siang karena acara selesai pukul 2.00 dinihari, masih melek setengah pusing teman-teman sekampung termasuk aku dengar, " Tahun depan harus diadakan lagi lo Her.." kata mas Di dengan semangat. " Iyo Mas... " kata yang lain menimpali..... sambil mengusung meja kursi dan perlengkapan lain hasil pinjaman dari tetangga terdekat.

Aku hanya tersenyum, juga Wawan semua setuju bahwa muda-mudi kita ini senang kepada kebersamaan dan gotong royong. Mulai saat itu ada nuansa kerukunan muda-mudi juga orangtua warga Kampung Tempe.


Masjid adalah Proyek Selanjutnya

Sekembali-nya liburan kembali pada aktivitas kuliah yang tidak ada istimewanya bagi aku, dari hari kehari, bengkel, lab. Elektronika dan Laporan. Sebagai mahasiswa aku bukan termasuk aktivis kampus baik keagamaan, olahraga maupun yang lain, karena aku melihat aktivis kampus orangnya sok-sokan, gaya tok dan merasa paling wahh, sedangkan aku suka yang 'nge-slank' yang kala itu juga lagi membahana di kalangan kampus dan orang-orang muda.

Dari segi agama mulailah kembali belajar membaca Al Qur'an yang sudah sejak SMP dan SMA aku lupakan, jangankan membaca wong huruf-hurufnya juga sudah lupa, Astaghfirulloh.......

Aku tanya ke teman-teman kuliah tentang membaca Al Qur'an, akhirnya Beni teman kelas B yang memberi tahu aku, "Sekarang ada Iqro' Her ..kalo mau belajar bisa cepat" katanya.
Sampai juga bulan Romadlon, aku kira saat-saat paling religius dalam hidup manusia muslim dimanapun berada, termasuk aku.

Pas jumatan di Masjid Raden Patah ada pengumuman bahwa salah seorang pengurus MUI, KH Ali Yafei akan hadir memberikan ceramah setelah sholat Taraweh. Alhamdulillah kesampaian juga mengikuti ceramah yang sangat menarik dari Pak Kyai.
Mulai dari sholat yang bacaannya sangat bagus sampai akhirnya ceramah yang mantab isinya.

" Yho ngono Her..." kata kang Bud kakakku berkomentar setelah aku pulang dari mengikuti ceramah.

Hari berikutnya aku terus berburu ustad-ustad yang bagus untuk mendengar ceramahnya. Berdua dengan Sugoto, adik ipar Kang Bud yang memang getol dalam urusan agama, maklum dia lulusan MAN 1 Malang.

Aku hanya dengar-dengar saja Sugoto dan Kang Bud rupanya sedang mempersiapkan pembahasan pembangunan Masjid pada hari-hari Lebaran nanti. Rencana yang mulia menurutku dan aku tak tahu bahwa sedang terjadi konflik di Kampungku mengenai pembangunan Masjid.

Tahun berganti, akhirnya sampai juga aku sudah lulus kuliah, semangat melamar kerja plus semangat interview menyala-nyala, tapi belum juga ada yang mau menerimaku..he he he...
Biasalah orang yang lagi kepingin kerja merasa butuh Alloh, mencoba dengan segala kesaktiannya mendekatkan diri kepada-Nya.

Seiring dengan itu acara kegiatan Kampung-ku bertambah lagi dan kali ini mengarah pada kegiatan agama dengan adanya "Lebaran ing Kampung" yang merupakan misi muda-mudi mengumpulkan warga kampung Tempe yang sudah mapan dan berdomisili diluar daerah untuk bersilaturahmi dan berharap sesempat mungkin membahas nasib kampungnya.

Barulah kami tersadar bahwa kita butuh Masjid untuk keperluan syiar-syiar agama termasuk pengajian umum didalamnya.

Alhamdulillahi Robbil Alamin.. muda-mudi bersatu bergotong-royong bersama warga, senior, warga-warga di perantauan, bersama-sama membangun Masjid kami dengan nama Miftahul Jannah......

Yang tebersit dalam benak saya adalah bahwa niat yang baik tidak selalu mulus, lancar dan mudah. Acapkali harus dilalui dengan gegeran, tukaran, marah-marahan dan saling membenci.
Jika kita kembalikan kepada niat-nya seharusnya yang lain mengikuti dibelakangnya.

Dalam do'a aku bermohon kepada Alloh mudah-mudahan Masjid ini menjadi kunci bagi surga orang-orang yang telah memasukinya, membangunnya dan memakmurkannya..

Amien..amien ya robbal 'alamien...........

10 Juni 2009

Kasus Prita

" ...kejaksaan agung memanggil jaksa penuntut umum kasus Prita Mulyasari, untuk didengar keterangan-nya seputar tuntutan kepada tersangka kasus Pencemaran Nama Baik RS OMNI International oleh tulisan email Prita .................selanjutnya DPR Komisi IX memanggil pengelola RS. OMNI International untuk diminta penjelasan mengenai kasus tersebut "


Cuplikan berita yang disajikan Metrotv saat aku pulang untuk makan siang kemaren, aku diam saja walaupun sebenarnya merasa kecewa juga mendengar tuntutan seperti yang tersiar di media-media massa baik koran, internet atau Televisi.

" Lha wong mengadu kok malah ditangkap terus dibui....ini maksudnya apa ?" aku mulai berkomentar didepan istriku.

"Makanya Mas begitulah kalau wanita jadi pemimpin ? " istriku menimpali

" Lha apa hubungannya Dik ? " aku pura-pura tidak ngerti

" Maksudnya andai saja pimpinan atau direktur RS OMNI itu bukan wanita pasti tidak akan terjadi hal seperti itu Mas, kan kalau wanita jadi pimpinan itu emosinya yang didahulukan, nggak seperti laki-laki lebih bisa mengendalikan emosi " jelasnya

09 Juni 2009

Menuju Kebenaran Hakiki (Lanjutan 1)

Mas Haris dan Mbak Lin adalah pasangan Nusantara, Mas Haris asli Arema dan Mbak Lin demikian biasa dipanggil yang asli Samarinda, Kaltim.
Suatu saat saya pernah 'njagong' bertiga dengan mertua Mas Haris, dan alhamdulillah membahas juga kelanjutan dari cerita yang tidak pernah usai dan usang dari kami.

Kai Umar, panggilan akrab beliau dengan pasti dan jelas mengatakan :
" Mas, kita hidup di dunia ini jika diumpamakan sebuah organisasi sudah punya AD dan ART,
karena alangkah tidak sempurnanya Alloh jika membiarkan manusia hidup tanpa panduan. Yang dimaksud AD dan ART adalah Al Qur'an dan Al Hadist"

Dengan memandang jauh ke halaman rumah yang berhadap-hadapan dengan halaman sekolah sambil diam mencoba mengartikan dan mencerna perkataan 'Tai Uman' - panggilan Tiya, putri Mas Haris kepada kakeknya, Kai Umar-

Terus berpikir dan merenung karena kata-kata Al Qur'an dan Al Hadist sebagai tuntunan umat manusia yang mau beriman. Sebenarnya hal ini bukan yang pertama saya dengar ketika mengikuti sholat Jum'at, hadir di pengajian-pengajian umum dan melihat lomba pidato Islam.
Tetapi menjadi 'aneh' karena yang mengucapkan hanya seorang kakek, bukan ustadz bukan guru agama Islam bukan pula Takmir Masjid.

Yang melintas di pikiranku adalah Al Qur'an saat saya kelas 3 sekolah dasar di kampung saya SD Kedungbanteng 1, Sumbermanjing Wetan Kabupaten Malang, saat itu saya mulai belajar membaca Al Qur'an mulai 'Alief-Ba'-Ta'-Tsa' - Jim....dst.. dimana belum ada sistem belajar membaca Qur'an secara instan model Qiro'ati, Iqro' dll.

Mulai Mbah Murjo Alm. yang pernah mengajari saya sampai bisa berwudlu' dan Pak Masdiq guru baru Agama Islam yang mulai ngajari saya membaca yang tadinya tidak kenal 'Alief bengkong' istilah untuk orang yang tidak bisa baca huruf Arab, menjadi bisa walaupun sampai Pak Masdiq pindah dinas/tugas ke daerah lain tetap di Juz Amma.

Pak Lik Rifai yang selalu aktif mengajak anak-anak seusia saya kala itu sholat tarawih di bulan puasa dengan semangat di awal puasa dan barisan tinggal 4 baris di akhir bulan puasa.

Sampailah akhirnya guru Agama Islam SD saya digantikan oleh Pak Ahmad Fauzi, beliau masih bujangan saat mengajar. Dari Pak Ahmad saya mulai membaca Al Qur'an karena sudah tamat Juz Amma. Tapi soal Tajuwid masih amburadul.

Pada waktu itu yang terpatri di pikiran saya adalah Al Qur'an yang Suci, menyentuh harus berwudlu', membaca harus benar Tajwid-nya jika salah maka berdosa, meletakkan harus ditempat yang tinggi lebih tinggi dari benda atau barang lain.
Al Qur'an di-deres (=dibaca) setiap malam di bulan Puasa dengan pengeras suara yang akan didengar orang sekampung.

Kembali ke kata-kata kakek Umar, bagaimana bisa jadi pedoman jika Al Qur'an hanya dibaca sebagai indah-indahan pada saat pengajian umum ? Bagaimana bisa menjadi tuntunan jika kita hanya menghukumi cara membaca-nya, tajwidnya ?

Ini masih Al Qur'an, bagaimana nasib Al Hadist bahkan bentuknya pun aku belum tahu..

Pencarianku masih panjang.......











08 Juni 2009

Menuju Kebenaran Hakiki

Aku baru ingat hari ini Senin sepuluh tahun yang lalu
Pada malam harinya habis sholat Maghrib kami duduk diatas batu-batu hitam,
Aku dan Mas Haris Ahmad Yani,

Lalu saya dengan santainya nyeletuk : " Mas Haris, kita ini sudah pernah ber-syahadat (yaitu pada saat Khitan), Sholat insyaalloh tidak pernah bolong, Zakat juga sudah baik maal maupun Fitrah, Puasa juga alhamdulillah tidak pernah Bolong tinggal Ibadah Haji yang belum, terus kira kira apa saya sama Mas Haris masuk Sorga ?



Sekilas tentang Mas Haris, awalnya dia tetanggaku di Sempaja, Samarinda kami yang baru kenal
setelah menyebutkan asal daerah masing-masing (dari Malang) menjadi
akrab bak saudara (melebihi saudara kandung).

Mas Haris ini punya buku-buku yang bermutu, maklum saat itu aku sebenarnya
penggemar buku hanya saja enggan untuk membeli. Dari buku Hasan Al Banna, Sufisme sampai dengan Buku-nya Bulughul Maram-nya Muhammadiyah.

Satu persatu kami saling meminjam dan tukar menukar buku, walaupun untuk itu
aku harus mulai membeli buku, terutama bertema kan Agama

Setelah saling membaca dan tukar menukar buku, sampailah kami pada
kesimpulan yang sama :

ISLAM adalah benar adanya dan suatu keniscayaan yang akan terjadi dan sebagai seorang Muslim harus dan wajib percaya itu.


Kelanjutan dari diskusi kecil di depan rumah kontrakanku adalah berteori dan saling melengkapi dari apa yang sudah kita baca, menjadi manusia seutuhnya adalah cita cita saya dan Mas Haris, artinya menjadi hamba yang mendapat Ridlo dari Alloh.

Karena dalam salah satu buku (entah judulnya & pengarang-nya ) sudah lupa, Ridlo Alloh itu lebih tinggi nilainya dibanding kita sebagai manusia yang hanya mengharap Surga. Dan ternyata hal ini juga dirasakan oleh AHMAD DHANI sebagai pencipta dalam lagu-nya bersama Almarhum Chrisye yang berjudul 'Jika Surga dan Neraka Tak Pernah Ada'


Dari sini saya mulai membolak-mbalik pikiran,

Apa benar yha di alam akherat nanti ada yang lebih tinggi nilainya dari Surga ?
Apa benar ada yang nilainya lebih rendah dari Neraka ?

Pikiran sayapun kembali pada buku-buku yang pernah aku baca ketika baru saja aku Lulus dari kuliah dan menjadi pengangguran di Sidoarjo yaitu 4 (empat) buah buku yang serangkai (lupa juga penerbit & pengarang-nya) :

Sayariat, Tarekat, Hakekat dan Ma'rifat.

Sayapun terus bertanya dalam hati, dan saya juga memutuskan untuk meminta petunjuk kepada Alloh dengan sholat-sholat sunnah agar Alloh memberi jawaban atas kebenaran-kebenaran yang yang ada di pikiranku.