15 Desember 2009

Jodoh

Biar satu anak santri, satu anak si tukang parkir, kalau sudah jodoh kan bertemu juga
Biar yang satu 70 tahun yang satu 17 tahun, kalau memang sudah jodoh diranjang pengantin kan bertemu juga ....

Biar satu di istana yang megah satu di kolong jembatan....kalau memang sudah jodoh sah-sah saja
.....
Jodoh tak usah diramal-ramal, tak usah dihayal-hayal...
Kalau dipaksa-paksa sakit rasanya, kalau dipaksa-paksa nanti kecewa. . . .

Demikian kutipan-kutipan bait lagu dangdut Manis Manja Group, selera ndeso tapi saya suka, dan dari yang sering saya dengar yang rasanya masuk akal walaupun terkadang sangat cengeng.


Saya mengutip dari milist yang saya ikuti :


Dari Abu
Huroiroh ra., ia menuturkan,
Datang seorang perempuan kepada Rosulullah SAW seraya berkata, ‘Saya adalah Fulanah binti Fulan.’ Beliau bersabda, ‘Aku telah mengenalmu, lalu apa keperluanmu?’ Dia menjawab, ‘Keperluanku adalah bahwa putra pamanku si Fulan yang ahli ibadah.’ Beliau bersabda, ‘Aku telah mengenalnya.’ Dia berkata, ‘Ia meminangku, maka beritahukan kepadaku apa hak suami atas istrinya. Kalau ia berupa sesuatu yang aku mampu melakukannya, maka aku akan bersedia menikah dengannya.’ 1)

Rasulullah SAW bersabda,

Diantara haknya adalah kalau seandainya rongga hidungnya bercucuran darah dan nanah, lalu ia (istri) menjilatnya dengan lidahnya maka ia belum menunaikan hak suaminya. Dan kalau seandainya layak bagi manusia sujud kepada manusia, niscaya aku perintahkan kepada wanita untuk sujud kepada suaminya apabila ia masuk kepadanya, karena apa yang telah Allah lebihkan kepadanya atas istri.’ 2)

Dia (wanita) berkata,’Demi dzat yang mengutusmu dengan hak, aku tidakakan menikah selama dunia ini ada. (Rowahu al-Bazzar dan al-Hakim) 3)

Dalam riwayat lain milik al-Bazzar, Maka Nabi SAW berkata, ‘Jangan kalian menikahkan mereka kecuali dengan izin dari mereka.’” 4)


Saya pernah mengenal 3 (tiga) orang wanita, dengan masing-masing kisahnya.

Wanita Pertama

Namanya Isti, demikian panggilan sehari-harinya. Dia cantik berkulit bersih dan lulusan Madrasah Aliyah Negeri sekaligus pernah menjadi siswi Pondok di kota saya.

Ayahnya adalah santri di kampung saya. Kami hanya kenal biasa tidak ada yang istimewa diantara kami. Suatu hari dia berkata " Mas aku aku besok nunut yho nyang kutho Malang, oleh nggak ? " (Mas saya mau ngikut ke Kota Malang, boleh nggak ? ).

Saya kaget, kok Mbak Isti yang mau nikah (kebetulan saya tahu sebulan lalu si Rahmat melamar dia dan katanya diterima) mau ikut saya, nanti apa kata orang.

Lalu di rumah ada ibunya Mbak Isti juga bilang ke Emakku katanya mau bilang dia mau di nunutkan anaknya ke Malang.

Emak mewanti-wanti " Le jangan macam-macam lo ya sama si Isti, nanti kalau ada apa-apa Emak yang malu, nanti dipikir kamu yang merusak hubungan Isti sama calon suami-nya yang gagal itu "

"Lho mak gak jadi nikah tah Isti ?, ooooo.... lha emak mau nggak punya mantu dia" aku bicara sekenanya sama Emakku.

"Huss... jangan asal omong" kata Emak.

" Nggak nggak Mak.. lagian si Isti kan jauh lebih tua dari saya.. ha ha ha " kamipun tertawa bersama.

Ceritanya ternyata perjodohan Isti dengan Rahmat batal, lebih tepatnya dibatalkan oleh Bapak-nya walaupun beliau harus malu karena pada awalnya memang dijodohkan dengan Rahmat yang seorang Pegawai Negeri Sipil yang sudah mapan secara ekonomi.

Di luar perkiraan saya ternyata Isti sudah punya tambatan hati yang memang dicintainya, dan apa yang menjadi pilihan Isti tidak salah. Happy Ending lah ceritamengharukan ini.

Sampai sekarang mereka berbahagia dengan segala kesederhanaanya, dengan 3 anaknya yang lucu-lucu.

Salut buat Isti yang pemberani dan mau mengatakan yang memang tidak disukainya, dan ternyata pilihannya juga membahagiakan orang tuanya, karena keluarganya rukun-rukun selalu.

Acungan Jempol juga Bapaknya Isti yang mau mengalah untuk kebahagiaan anaknya, pilihan yang keliru menurutnya saat itu tetapi sesungguhnya benar pada akhirnya.


Wanita Kedua

Cerita yang kedua dari kota tempat perantauan saya, kisah ini menimpa Mbak Ayu, yang berasal dari keluarga taat beragama, kyai tulen dan sekeluarga selalu memelihara budaya para santri, dimana pacaran adalah hal yang dilarang dansaya sangat setuju sekali dengan ini.

Tiba saatnya Mbak Ayu dilamar oleh Iman seorang laki-laki yang di lingkungan kyai 'katanya' bermartabat alias agak kaya.

Dalam hati Mbak Ayu sebetulnya sudah ada Mas Husen yang juga dari keluarga Kyai tetapi kurang mapan secara ekonomi.

Walaupun tidak bisa pacaran layaknya orang-orang muda modern tetapi dari keduanya rupanya telah ada isyarat saling menyukai. Walaupun untuk menyampaikan CINTA -nya mereka hanya berpesan ke sesama teman mereka berdua.

Akhir cerita, tanpa rasa Cinta atau kalau dikutip dari hadist diatas (4) adalah 'tanpa persetujuan' terjadilah pernikahan karena merasa bahwa dia harus 'taat' atau berbakti kepada kedua orang tua-nya.

Setelah berjalan 2 tahun, Iman ternyata mengalami masa surut dalam bisnisnya, jadilah dia bukan orang bermartabat lagi di mata masyarakat, alias biasa-biasa saja.

Ditambah si Iman rupanya tergoda juga dengan wanita yang lain. Serasa lengkap lah kesedihan yang dialami Mbak Ayu, tetapi alhamdulillah dia tetap sabar sampai sekarang. Kalau boleh jujur dia mengatakan demi anak dia bersabar. Saya berpikir 'begitu yha hidup berkeluarga, begitu ya jodoh itu'. Mudah-mudahan akhirnya mereka menemukan Cinta mereka di hari-hari selanjutnya entah besok, lusa, setahun atau tahun-tahun yang akan datang, sehingga sempat menemukan kebahagiaan sebelum ajal menjemput salah satu dari mereka.

Komentar saya adalah sangat disayangkan seorang Kyai lupa akan tuntunan dari Nabi diatas, dan hal ini adalah sebenarnya ujian bagi Pak Kyai tersebut supaya tidak silau akan harta. Betapa berat tugas wanita menjadi seorang istri, sampai-sampai ada seorang wanita di jaman Rosululloh SAW, ketakutan akan tugas tersebut. . . hadist 3)


Wanita Ketiga

Melani nama sang gadis pujaan semua pria ini, termasuk cewek yang gaul pada jaman itu, dia pernah berpacaran mungkin dengan lebih dari satu orang laki-laki. Normal rasanya bagi remaja masa kini hal ini dilakukan, bahkan akan menjadi remaja yang ketinggalan jaman jika tidak pacaran.

Pemikiran yang senada dengan apa yang ada di otak saya sampai usia saya 26 tahun. Normal, wajar dan tidak melanggar norma susila, selama tidak terjerumus ke pergaulan bebas. Tetapi sebenarnya siapa yang bisa menjamin ?

Tentu jika saat ini saya ditanya apakah Pacaran itu wajar ? saya akan jawab TIDAK.

Apakah Pacaran itu boleh ? saya akan jawab TIDAK

Apakah Pacaran itu melanggar norma agama ? tentu YA.

Karena Pacaran adalah kelakuan atau perbuatan yang dekat dengan Zina.

Kembali ke kisah Melani, disaat telah tiba masa nikah ternyata dia belum mempunyai pacar yang sreg di hatinya, sesuai dengan kriteria di dalam catatan buku rumus papa mamanya dan meyakinkan untuk bisa membahagiakan lahir dan bathin.

Melani sangat mendambakan seorang pria yang baik, dan itu adalah keinginan semua wanita yang akan menikah. Tetapi makna BAIK disini sangat multitafsir, kabur dan remang-remang.

Baik bisa dimaknai dengan tidak pernah melanggar hukum negara dan norma mayarakat, bisa pula diartikan pecinta bagi dirinya, keluarga dan anak-anaknya kelak jika sudah menikah.

Baik juga bisa diartikan mampu mencukupi kebutuhan materiil, dirinya dan anak-anaknya nanti.

Sangat jarang dipikirkan BAIK yang hakiki yang berati mampu mengajak dirinya, anak-anaknya kelak hidup di jalan Alloh, hidup dalam kasih sayang dan cita-cita yang tinggi yaitu ridlo Alloh.

Akhirnya menikahlah si gadis pujaan ini dengan pria yang sangat mapan, punya jabatan hasil rekomendasi mamanya yang berhasil juga meyakinkan dirinya akan kebaikan sang calon suami.

Di awal pernikahan Melani jelas bahagia, pengantin baru siapa sih yang enggak saling mencintai, siapa yang enggak sayang-sayangan setiap detik. Itu juga wajar dan manusiawi.

Waktupun itu serasa berjalan sangat cepat sampai juga di titik jenuh bagi Melani menjalani hari-hari menjadi istri, dimana tidak waktu untuk bermanja, saling mengerti saling mencurahkan isi hati.

Dapur sumur kasur, itulah mungkin istilah kasar tapi agak tepat bagi Melani.

Sampai terucap "Aku Bukan Wonder Woman, yang tak butuh kasih sayang ", habis sang suami terlalu semangat mencari nafkah sampai-sampai lupa punya istri.

Wah lucu banget pikirku, masa sih ada orang laki-laki begitu ?

"Eh ..bener lho " kata dia.

"Lha kok kayak sinetron beneran" masih juga aku tersenyum

Akupun merenung mencari-cari alasan sebagai sesama lelaki, kenapa seperti itu. Akhirnya aku ingat teori bahwa kehidupan dunia lelaki ada tiga yaitu Harta, Tahta, Wanita.

"Melani, kamu harus bersyukur karena punya suami yang memenuhi kebutuhan hidupmu secara baik bahkan banyak lebihnya" kataku meyakinkan

"Iya.. tapi aku juga butuh perhatian dan kasih sayang" dia bertahan dengan

"Benar juga ya" kemudian saya diam enggak bisa berkata-kata lagi.


Menyimak cerita tiga wanita tersebut sungguh bisa dibuktikan bahwa hidup manusia tiada ada yang sempurna. Tetapi kewajiban kita hanya bersabar san bersyukur.

Wanita pertama adalah yang palin beruntung diantara ketiganya, dia punya Cinta, kasih sayang tetapi kurang dalam kecukupan materiil nya.

Wanita kedua ini yang sungguh kurang beruntung, tidak ada Cinta juga kurang harta dunia.

Sementara wanita ketiga lebih sedikit beruntung karena walaupun cintanya sementara pudar tetapi masih bisa menikmati keindahan dunia dari sisi yang lain yaitu kemapanan ekonomi.

Yang ideal adalah yang punya ketiga-tiganya. Dalam kisah Nabi dan Rosul mungkin hanya Nabi Sulaiman yang punya Takdir seperti itu bahkan masih juga diberikan kelebihan yaitu Ridho Alloh, beliau punya Harta yang melimpah, Tahta sebagai Raja dan Wanita cantik Ratu Bilqis. dan akhirat dijamin Syurga.. . . . . sungguh sempurna.























Tidak ada komentar:

Posting Komentar